Ketika Demokrasi Berbelok Arah



Pemilu 2019 sebentar lagi akan diselenggarakan. Ada yang berbeda dari Pemilu tahun ini dengan pemilu-pemilu sebelumnya. Pemilu kali ini diadakan bersamaan dengan pemilu legislatif baik itu DPR,DPD,DPRD Provinsi atau DPRD Kabupaten/kota.

Apabila melihat track pemilu 2019 wabil khusus pasangan Capres Cawapres ada sedikit yang menjanggal. Pemilu yang seharusnya sebagai pesta demokrasi terbesar di Indonesia telah berbelok dari jalan lurus. Pendukung  Capres 01 maupun capres 02 saling menghujat dan saling merendahkan satu sama lain yang mana hal itu telah melanggar arti demokrasi sesungguhnya. Apalagi tindakan para pendukung paslon tersebut dikuatkan dengan perlakuan yang sama yang ditunjukan Capres cawapres ketika debat diatas podium.

Selain itu, kedua pasangan Capres Cawapres juga belum bisa memberikan sebuah gagasan baru untuk bangsa ini dalam lima tahun kedepan. Debat yang seharusnya sebagai forum untuk menyampaikan ide malah dijadikan bahan untuk menaikan elektabilitas pasangan. Ironinya lagi, kedua pasangan masih tetap menggunakan cara yang lama dalam meyakinan masyarakat yaitu menggunakan janji-janji belaka.

Memang secara rasio ucapan-ucapan Capres Cawapres sepertinya benar. Namun jika ditilik lebih dalam lagi mereka hanyalah menambah instansi atau tidak memberikan gambaran yang mana hanya sebagian kelompok saja yang merasakannya.

Contohnya ialah tema debat tentang ketenagakerjaan. Kedua paslon menyuguhkan ide yang berbeda. 01 akan membuat kartu pra kerja yang sebenarnya hal ini sudah ada di Dinas Ketenagakerjaan yaitu berupa kartu kuning yang biasa digunakan untuk mencari kerja. Sedangkan paslon 02 akan membuat rumah bagi para pencari kerja yang didalamnya berisi pelatihan-pelatihan dan kursus yang dapat digunakan oleh para pencari kerja sebelum terjun ke dunia kerja. Tempat tersebut sudah ada sejak dulu cuman namanya yang berbeda yaitu Balai Latihan Kerja disingkat BLK.

Para paslon belum bisa menjamin rakyatnya untuk bekerja.  banyak sekali perusahaan perusahaan yang berdiri di tanah ini. Seyogyanya slogan ‘siapa memiliki apa’ sudah terwujud. Tidak sulit sebenarnya untuk mencari kerja di negara ini jika pemerintah mau meyakinkan setiap rakyatnya bahwa rakyat Indonesia pasti akan mendapatkan pekerjaan yang layak. Statement itu bisa tercapai dengan cara mengumpulkan atau berdiplomasi dengan seluruh CEO perusahaan yang ada di negri ini.

Kalau seperti itu, apa yang sebenarnya keliru di negri surganya dunia ini?

Jawabannya ialah  sistem demokrasi. Menurut Hassan Hanafi Demokrasi secara garis besar ialah bagaimana menghormati pendapat orang lain, mendengarkan mereka, tidak berprasangka tentang kemunafikan, jangan menghukum mereka atau memfitnah mereka secara tak semena-mena meskipun ia seorang pengkhianat besar, demokrasi ialah bagaimana seorang mengakui kemungkinan kesalahan diri sendiri. Dengan demikian, demokrasi seharusnya mewujudkan pemilu yang damai dan menyenangkan hati rakyat bukan sebaliknya memperkeruh rakyat.

Selain itu, demokrasi yang seharusnya menjadi tujuan akhir dari pemilu malah dijadikan bahan untuk meraup keuntungan. Kalo sudah begitu, siapakah sebenarnya yang kurang pintar?

*opini ini merupakan hasil dari membaca dan pengetahuan penulis, 
  segala yang ada ditulisan tersebut ditanggung jawab oleh penulis.

Yogyakarta, 5 April 2019

Rendi Maulana

Mahasiswa Program Studi Studi Islam Interdisipliner di Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta, 083827491689.

0 Comments