Mlangi merupakan sebuah desa yang berada di Kabupaten Sleman, Daerah
Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta sebagai sebuah kota budaya dan wisata memiliki
banyak tempat untuk dikunjungi salah satunya adalah Desa Mlangi. Menurut pak
Ihsan yang merupakan salah satu anggota pengembangan desa wisata Kabupaten
Sleman, Desa Mlangi diklaim sebagai salah satu desa wisata di Kabupaten Sleman.
Menurut pak Ihsan, Asal muasal dinamakan desa Mlangi terdapat dua versi. Pertama,
pegerakan. Maksudnya rumah-rumah di Desa Mlangi ini dijadikan sebagai tempat
mengulang, padahal bukan sebuah pesantren. Sehingga dikatakan Mlangi karena
untuk mengulang-ngulangi ilmu. Kedua, penjelasan Kyai Nur Iman. Konon
Kyai Nur Iman pernah diwasiatkan untuk mencari sebuah tempat untuk yang
tanahnya itu wangi. Kyai Nur Iman mendapatkan tanah wangi tersebut di Mlangi
dengan mengatakan “meleng-meleng ambune wangi”.
Secara kultural, Mlangi merupakan sebuah desa yang kehidupan sehari-harinya
bernuansa islami. Hal tersebut dikuatkan dengan berdirnya 17 Pesantren yang
berada di Desa tersebut. Bisa dikatakan juga jika Mlangi ini merupakan desa
Santri. Selain adanya pesantren, di Desa Mlangi itu sendiri terdapat sebuah
masjid yang menjadi sentra kegiatan islam dan sebuah makam kyai.
Masjid Pathok Negoro ialah sebuah masjid warisan dari kesultanan Mataram.
Masjid ini merupakan ikonnya desa Mlangi. Ibaratkan bangunan Tugu Yogyakarta
sebagai ikon kota Yogyakarta. Masjid Pathok Negoro didirikan tahun 1758 M.
Rasanya kurang lengkap jikalau para pendatang tidak sempat mengunjungi Masjid
Pathok Negoro ini.
Masjid Pathok Negoro disebut sebagai ikonnya Desa Mlangi karena selain
digunakan untuk beribadah sholat lima waktu masjid ini juga digunakan untuk
kegiatan-kegiatan keagaaman seperti pengajian kitab kuning yang diadakan setiap
pagi hari pukul 06.00-06.30 dan pengajian sehabis masghrib. Kata Ketua Takmir
Masjid, Masjid ini juga memiliki keunikan tersendiri yaitu para jama’ah
akhwat/perempuan dilarang untuk ikut serta dalam kegiatan masjid, bahkan sholat
berjama’ah dua hari raya pun dilarang. Akan tetapi, di dalam masjid tersebut
disediakan juga ruangan tempat wanita sholat untuk masyarakat luar/peziarah.
Selain itu, terdapat juga tradisi-tradisi keagamaan yang sering diadakan
oleh warga sekitar di masjid tersebut seperti tradisi kupat jangan, shalawatan
dan kegiatan Peringan Hari Besar Islam lainnya. Mengenai shalawatnya juga
berbeda dengan shalawatan pada umunya. Metode bershalawat di Mlangi menggunkan
bahasa jawa. Ada sebuah peringatan besar sholawat yang dilakukan oleh anak-
anak-anak yaitu setiap tanggal 12 maulid anak-anak bersholawat dari jam 7 pagi
hingga pukul 1 siang. Bentuk bangunannya yang masih menggunakan kayu dan
terdapat ciri khas keraton menjadi daya tarik tersendiri masjid Pathok Negoro
ini.
Selain masjid sebagai ikonnya Desa Mlangi,Terdapat juga makam seorang kyai
yang bernama Kyai Nur Iman. Konon diceritakan oleh pak Ihsan kyai Nur Iman
merupakan kakak pertama dari Sultan Hamengkubowono I tapi beda ibu. Kyai Nur
Iman seharusnya menjadi penerus bapaknya yaitu Sultan Amangkurat IV menjadi
Sultan di Keraton, akan tetapi Beliau lebih memilih untuk hidup bermasyarakat
menyebarkan agama islam daripada hidup mewah di dalam keraton
Makam Simbah Al-Maghfurlah Kyai Nur Iman seringkali diziarahi oleh para
peziarah. Para peziarahnya pun bukan hanya dari lokal saja, banyak para peziarah
datang dari luar kota bahkan mancanegara (bangsa melayu). Letak makamnya berada
di depan Masjid Pathok Negoro. Jadi para peziarah bisa beribadah dan
beristirahat telebih dahulu di samping masjid. Haol simbah Kyai Nur Iman
sendiri diadakan setahun sekali setiap setengah bulan syuro hari senin.
Adanya masjid bersejarah dan makam Kyai Nur Iman sudah sangat pantas sekali
jikalau Desa Mlangi dijadikan sebagai desa wisata. Akan tetapi, keinginan untuk
mewujudkan itu sangat sedikit terealisasikan karena kurangnya kesadaran
masyarakat sekitar akan potensi hal tersebut. Hal ini mungkin dikarenakan
masyarakat Desa Mlangi yang kebanyakan ahli sufi sehingga tidak terlalu
mementingkan urusan dunia(bisa dilihat dari sering diadakannya kajian kitab
tasawuf di desa Mlangi). Selain itu, menurut pak Takmir Masjid adanya dua
kepengurusan yang berbeda antara pengurus Takmir Masjid dan Pengurus Makam yang
seharusnya menjadi satu kepengurusan saja.
Problem selanjutnya ialah Kurangnya fasilitas-fasilitas seperti lahan
parkir yang luas, padahal beberapa meter sebelum Masjid Pathok Negoro sendiri
terdapat lahan yang cukup untuk dijadikan tempat parkir. Belum tersedianya
catatan yang mendeskripsikan siapa sebenarnya Kyai Nur Iman dan sejarah Masjid
Pathok Negoro menambah kurangnya media informasi yang bisa didapatkan oleh para
peziarah.
Menurut penjelasan pak ihsan yang kami wawancarai seputar potensi wisata di
Mlangi, Kekurangan-kekurangan fasilitas publik di Mlangi akan segera diatasi
dengan akan dibangunnya sebuah lahan parkir yang luas, MCK dan Museum sebagai
penambah daya tarik para peziarah yang akan dimulai pada tahun 2020. Nantinya,
di Museum tersebut akan diisi dengan peninggalan-peninggalan simbah Al-Maghfurlah
Kyai Nur Iman seperti ikat kepala, manuskrip kitab-kitab terdahulu dan kubah
pertama awal masjid didirikan. Mungkin juga akan dibuatkan sebuah catatan yang
menjelaskan sejarah Kyai Nur Iman dan Masjid Pathok Negoro. Selain itu,
alangkah lebih baiknya jikalau dibangun stand bazar yang mendagangkan makanan
khas Mlangi dan pernak-penik alat sholat dan ibadah seperti parfum,buku
wiird-wirid, dll.
0 Comments