Kasus kekerasan seksual kembali mencuat belakangan ini. Terakhir menyeret nama seorang anak Kyai di salah satu pesantren Jombang Jawa Timur. Meskipun nama kasusnya berbeda (pencabulan), namun esensi dari kasus tersebut sama yaitu perlakuan tidak senonoh terhadap perempuan.
Kasus ini menunjukan bahwa pemerintah
Indonesia belum maksimal dalam menangani upaya mengurangi angka kasus kekerasan
seksual. Menurut data yang diperoleh dari kompas.com mencatat bahwa terdapat
1.411 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan sejak januari 2022 hingga
februari 2022. Dan kasus yang menjerat anak Kyai di Jombong tentunya menambah
angka tersebut.
Upaya penanganan kasus kekerasan seksual
perlu ada kerja sama dari berbagai pihak, mulai dari atasan dalam hal ini
pemerintah hingga bawahan yaitu rakyat. Pemerintah sebagai pemegang otoritas
tertinggi harus lebih mengoptimalkan kembali peraturan-peraturan yang dibuat.
Kerap kali yang ditemukan adalah tidak adanya tindak lanjut ketika korban
melapor, bahkan ada juga menyalahkan balik korban karena didasari “suka sama
suka”. Hal ini bisa dilihat dari kasus terbaru yang kejadiannya sudah lama tapi
baru dieksekusi di tahun ini.
Lembaga pendidikan juga tidak kalah
penting, baik pendidikan umum atau pendidikan keagamaan. Tahun kemarin
dihebohkan dengan kasus kekerasan seksual yang menimpa mahasiswa di universitas
Sriwijaya. Lembaga pendidikan yang isinya “orang-orang terdidik” seharusnya
mengerti norma-norma dan aturan yang berlaku. Alhasil Kemendikbud melalui pak
Nadiem Makarim mengeluarkan PERMENDIKBUD Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang
Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi.
Langkah yang digagas kemendikbud tersebut harus
diikuti oleh Kementrian Agama. Mengingat perlakuan kekerasan seksual tidak
pernah memandang bulu, anak Kyai contohnya. Tidak hanya itu, kasus yang terjadi
di Bandung pada awal tahun 2022 juga merupakan bagian dari lembaga pendidikan
keagamaan. Hal ini cukup miris, karena Pendidikan Keagamaan yang isinya “orang-orang
beragama” harusnya lebih paham norma agama dan konsekuensi hukum yang berlaku. Sehingga
Kementerian Agama RI harus segera mengeluarkan Peraturan Kementrian Agama RI tentang
pencegahan dan penanganan Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan Keagamaan.
Selain itu, masyarakat juga terutama keluarga
perlu mengajarkan kepada anaknya tentang seksualitas. Seperti mengajarkan bagian-bagian
tubuh yang harus tidak boleh dilihat atau disentuh oleh orang lain, memberikan edukasi
tentang bagaimana penanganan apabila menjadi korban. Karena kebanyakan
masyarakat mengganggap bahwa edukasi tentang seksualitas merupakan sesuatu yang
tabu bahkan diasumsikan sebagai kotor dan tidak pantas untuk diajarkan kepada
anak-anak. Padahal memberikan informasi kepada anak sejak dini tentunya akan
membuat anak bisa menjadi lebih waspada, dan juga pelaku kekerasan seksual
tidak pernah melihat umur korban.
1 Comments
mantap
ReplyDelete