Hari Raya Idul Adha tahun ini akan terjadi perbedaan hari. Di Indonesia, Hari raya yang akrab dipanggil lebaran qurban tersebut, akan ada yang digelar tanggal 28 Juni 2023 dan ada yang satu hari setelahnya yaitu 29 Juni 2023. Hal tersebut biasanya mengikuti pada dua putusan organisasi terbesar di Indonesia, yaitu Muhammadiyah tanggal 28 Juni 2023, dan Nahdlatul Ulama pada tanggal 29 Juni 2023, walaupun sebetulnya tanggal tersebut yang ditetapkan oleh pemerintah RI melalui Kementerian Agama, tetapi kebanyakan orang melihat perbedaan dari dua organisasi tersebut. Perbedaan pelaksanaan hari raya itu sama percis dengan hari raya idul fitri beberapa bulan yang lalu yang berlangsung dua hari. Dengan adanya perbedaan hari tersebut, tidak sedikit orang yang saling menuduh dan saling menyalahkan satu sama lain. Yang melaksanakan tanggal 29 Juni menyalahkan yang tanggal 28 Juni, begitupun sebaliknya. Atau tidak menyalahkan sama sekali, akan tetapi mempertanyakan kenapa bisa terjadi perbedaan hari. Tulisan ini setidaknya memberi gambaran tentang hal tersebut.
Konsep Khilafiyah Dalam Islam
Dalam agama islam, khilafiyah
merupakan sebuah keniscayaan. Nabi muhammad saw pernah mengatakan “ikhtilafu
ummati rahmatun” yang artinya perbedaan di antara umatku adalah rahmat/
kasih sayang. Lalu apakah setiap perbedaan itu rahmat?
Habib Ali Baqir al-Saqqaf
dalam podcastnya di kanal youtube NU Online, mengatakan bahwa khilaf
yang menjadi rahmat adalah khilaf di dalam furu’iyyah. Menurut
penuturan beliau, khilaf dalam umat islam terbagi menjadi dua yaitu, khilaf
di bidang Ushuliyyah dan khilaf di bidang furu’iyyah.
Ringkasnya, khilaf ushuliyyah adalah perbedaan di dalam kalangan
ulama tauhid atau teolog, sedangkan khilaf furu’iyyah ialah
perbedaan di dalam kalangan fikih, atau sering disebut perbedaan dalam
bermadzhab.
Khilaf furu’iyyah
sangat diperbolehkan dalam islam, masih menurut dawuh Habib Ali Baqir, Allah
swt sendiri yang memperbolehkan adanya khilaf di dalam fikih, agar umat
manusia saling berdialog satu sama lain. Hal-hal seperti qunut dalam
subuh, jumlah rakaat sholat tarawih, hukum wajib atau tidaknya sholat
witir dan lain sebagainya adalah contoh kecil dari khilaf furu’iyyah.
Begitu juga dengan pelaksanaan solat idul
adha nanti yang akan terjadi perbedaan hari. Hal tersebut termasuk khilaf
furu’iyyah. Artinya perbedaan tersebut sangat mungkin terjadi mengingat metode
dalam menentukan awal bulan hijriyyah, biasanya bulan dzulhijjah dan syawal,
antara Muhammadiyah dan NU, kalau enggan menyebut pemerintah, yang berbeda.
Muhammadiyah menggunakan metode Hisab sedangkan NU dan pemerintah
menggunakan metode Rukyah. Kedua metode tersebut juga mempunyai dasar
atau dalilnya tersendiri dan dua-duanya benar.
Status Khilaf furu’iyyah berbeda
dengan khilaf ushuliyyah. Ketika khilaf furu’iyyah sangat
mungkin terjadi, khilaf ushuliyyah, menurut Habib Ali Baqir,
tidak boleh terjadi ada perbedaan, karena hal tersebut menyangkut persoalan tentang
tuhan. Contohnya seperti apakah Tuhan dapat dilihat di akhirat, apakah Tuhan
memiliki bentuk seperti wajah, tangan dan masih banyak lainnya. Menurutnya,
umat islam harus bersiteguh dengan satu pendapat, akan tetapi tidak radikal
juga, karena hal tersebut dapat merusak keimanan seseorang.
Status Hukum Khilaf Furu’iyyah
Karena khilaf furu’iyyah
adalah sebuah keniscayaan, maka sudah sepatutnya cara menyikapi perbedaan di
antara para ulama fikih harus disikapi dengan santai, tidak saling menyalahkan,
apalagi saling mengkafirkan. Dalam contoh kasus pelaksanaan idul adha yang akan
berlangsung dua hari di indonesia, mana yang benar? Dua duanya benar. Yang
solat tanggal 28 atau tanggal 29 Juni dua duanya benar. Yang salah adalah yang
tidak salat, akan tetapi tidak salat juga tidak berdosa karena status hukum
solatnya adalah sunnah. Begitu juga dengan perbedaan pelaksanaan solat idul
fitri beberapa bulan lalu yang terjadi perbedaan hari.
Ironisnya, ada segelintir kelompok yang
menuduh bahwa yang berbeda pelaksanan salat dikatakan sesat, bahkan ada yang hanya
berbeda subuh qunut dan tidak qunut dianggap sesat juga. Setelah itu, biasanya
kelanjutan dari doktrinnya yang berbeda dicap kafir dan halal darahnya. Dogma-dogma
inilah yang mengakibatkan adanya terorisme di Indonesia, karena tidak menyikapi
islam secara komprehensif. Hal ini berbanding terbalik dengan Rasulullah saw.
Menurut Gus Baha dalam ceramahnya, dakwah Nabi Saw tujuannya adalah mengajak
umat non islam agar masuk islam. lalu kelompok satu ini, yang sudah islam malah
dicap keluar dari islam.
Menggaungkan Toleransi Sesama Umat Islam
Cara menyikapi perbedaan di antara pendapat
ulama ialah dengan saling toleransi sesama umat islam. Tidak hanya mewacanakan
toleransi antar umat beragama, tetapi toleransi antar sesama umat islam juga
perlu digaungkan. Sudah tidak ada lagi seharusnya saling menyalahkan bahkan mengkafirkan
sesama umat islam. Apalagi masalah furu’iyyah, perihal yang satu
subuhnya pakai qunut yang satu tidak, atau yang satu solat tarawihnya
20 rakaat yang satunya lagi 8 rakaat dan masih banyak contoh lainnya. Semuanya
benar tidak ada yang salah karena hal tersebut masuk ke dalam khilaf
furu’iyyah. Akan tetapi, ada satu hal di antara perbedaan tersebut yang
disenangi oleh masyarakat indonesia yaitu libur lebaran bertambah dua hari hehe.
Rendi Maulana
Penulis
yang mencoba istiqomah menulis
0 Comments