Akhir-akhir ini
beredar kabar di dunia maya tentang sistem zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru
(PPDB) 2019. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Budaya (Kemendikbud)
menerbitkan peraturan PPDB 2019 yaitu menggunakan sistem zonasi. Sebenarnya peraturan
ini sudah digunakan mulai dari tahun kemarin. Lalu timbul pertanyaan mengapa harus
menggunakan sistem zonasi? Apa kelebihan dan kekurangan dari sistem zonasi ini?
Sistem zonasi
secara umum ialah sistem penerimaan yang menggunakan jarak kedekatan dengan
sekolah terkait. Menurut lampiran Tirto, jarak yang dipakai yaitu jarak antara
kelurahan setempat dengan sekolah terkait. Adanya sistem ini dapat memangkas biaya
transportasi anak sekolah. Yang biasanya harus mengeluarkan uang saku yang dalam
mungkin cukup hanya berjalan kaki. Selain itu, sistem ini juga menguntungkan
orang tua yang tidak perlu memberi uang jajan yang besar karena ke potong biaya
transportasi.
Terlebih dari
itu, menurut hemat penulis ada beberapa kejanggalan mengenai penerapan sistem
zonasi ini di antaranya:
Pertama, minimnya peminat sekolah di desa. Secara umum,
pendidikan di Indonesia masih berpusat di perkotaan sehingga menimbulkan membludaknya
peminat sekolah di perkotaan dan sebaliknya sepi di desa. Selain itu,
pemerintah juga agak kurang jeli terhadap persebaran penduduk. Bayangkan saja
apabila ada satu sekalah yang letaknya berada di dua atau lebih kecamatan, maka
yang akan terjadi adalah penggemukan pendaftar. Kurangnya minat untuk
melanjutkan sekolah di desa-desa juga mempengaruhi minimnya peminat sekolah di
perkampungan.
Kedua, kurangnya persebaran fasilitas dan tenaga
pendidik. Faktor ini masih ada kaitannya dengan nomor pertama. Yaitu masih
adanya stigma di masyarakat bahwa sekolah yang baik itu di perkotaan. Karena adanya
stigma itu pula membuat kurangnya peminat mengajar di perkampungan. Selain itu
pula, masyarakat masih berpacu pada adanya sekolah unggulan. Gaji juga mungkin menjadi
salah satu faktor minimnya minat mengajar di desa.
Ketiga, adanya diskriminasi di kalangan pelajar. Mendapatkan
pendidikan yang baik merupakan hak setiap anak yang terlahir di Indonesia. Maka
sudah jelas siapa pun boleh mendapatkan pendidikan di mana pun. Adanya sistem
zonasi memperhambat anak berprestasi untuk unjuk gigi bahwa tidak hanya anak
kota saja yang pintar itu, anak kampung juga berprestasi lho, serta menghapus
stigma bahwa anak kampung itu kampungan.
Lagi-lagi penulis katakan bahwa permasalahannya yaitu kurangnya persebaran
sekolah dan fasilitas. Fakta di lapangan membuktikan bahwa sekolah-sekolah di
perkotaan jauh lebih mewah dan fasilitasnya terpenuhi. Maka apabila mengambil
gambaran di nomor ketiga kemungkinan yang akan terjadi pada si anak ialah
kurang terbukanya wawasan si anak akan dunia pendidikan. Apabila si anak melanjutkan
sekolah di kota mungkin saja si anak ini akan mendapatkan wawasan baru dan bisa
mengembangkan desanya suatu saat kelak.
Namun menurut beberapa kalangan langkah yang diambil pemerintah sudahlah
tepat. Mengingat masih adanya stigma di masyarakat tentang sekolah favorit,
maka dengan adanya sistem zonasi guna menghapus stigma tersebut.
Terlepas dari itu semua, setiap langkah yang diambil pemerintah pasti
menimbulkan pro dan kontra. Namun hal tersebut bukanlah sebuah masalah yang
berarti. Alangkah lebih baiknya jika sistem zonasi ini di evaluasi setiap tahun
demi peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.
2 Comments
Sebaiknya apabila pemerintah ingin menerapkan sistem zonasi dalam pendidikan di indonesia, maka pemerintah juga harus memikirkan lebih matang hal- hal yang kemungkinan terjadi apabila sistem tersebut di terapkan ... Jangan sampai sistem tersebut menjadi penghambat dan penghalang bagi pihak-pihak yang betsangkutan, baik pihak sekolah maupun pelajar itu sendiri....
ReplyDeleteya begitulah, kita cuman hanya beda perspektif doang...
ReplyDeletemakasih komentarnya bung